Scroll untuk baca artikel
Berita

Ketua DPD RI: Pentingnya Gerakan Kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum Amandemen

477
×

Ketua DPD RI: Pentingnya Gerakan Kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 Sebelum Amandemen

Sebarkan artikel ini

TEGALPOS.COM – Mengembalikan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi negara, menurut Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, merupakan satu-satunya cara menjelmakan kembali Indonesia sesuai cita-cita para pendiri bangsa.

Hal itu dikatakan LaNyalla saat menjadi Keynote Speech Seminar Kebangsaan Pemuda Panca Marga (PPM) bertema ‘Menjelmakan Kembali Indonesia Menurut Cita-cita Para Pendiri Bangsa’ di tempat Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Sabtu (4/11/2023).

Seminar menghadirkan Pengamat sektor ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy lalu Dosen Politik UI Dr Mulyadi sebagai narasumber yang dimaksud dimoderatori oleh Dr Ngurah Sucitra, Dosen STIN.

“Mengembalikan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi negara artinya Konstitusi Indonesia harus kembali kepada Konstitusi yang digunakan dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Yaitu, Undang-Undang Dasar 1945 sebelum Amandemen tahun 1999 hingga 2002 silam,” paparnya.

Untuk itulah, LaNyalla melanjutkan, pentingnya gerakan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 sebelum Amandemen. Karena sistem bernegara yang mana dirumuskan para pendiri bangsa terdapat dalam dalam Konstitusi tersebut.

“Sedangkan Konstitusi hasil Amandemen tahun 1999 hingga 2002 jelas mengganti sistem bernegara yang mana dirumuskan para pendiri bangsa. Bahkan sudah pernah meninggalkan Pancasila sebagai identitas Konstitusi lalu justru menjabarkan nilai-nilai individualisme dan juga liberalisme barat,” tukas dia lagi.

Sedangkan untuk melihat seperti apa Indonesia yang dicita-citakan para pendiri bangsa, LaNyalla mengajak untuk membaca kembali pikiran-pikiran para pendiri bangsa yang dimaksud terdokumentasi secara lengkap dalam sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa ini.

Terutama dalam notulensi yang tercatat rapi, saat para pendiri bangsa bersidang menyiapkan lahirnya negara ini dalam forum BPUPK kemudian PPKI.

“Dalam risalah notulensi jelas disepakati bahwa Indonesia adalah negara hukum yang dimaksud terikat dengan filosofi dasarnya, yaitu Pancasila. Artinya Indonesia bukan cuma sekedar negara hukum. Tetapi negara hukum Pancasila,” tegasnya.

Lanjut LaNyalla, hal itu mengandung makna bahwa Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum dalam Indonesia. Sehingga Indonesia adalah negara yang mana berketuhanan, negara yang tersebut berkemanusiaan, negara yang dimaksud bersatu dalam kesatuan, negara yang dipimpin dengan cara kerakyatan juga musyawarah. Serta negara yang dimaksud bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ketua Umum Pemuda Panca Marga (PPM), Berto Izaak Doko menjelaskan Pemuda Panca Marga mendapatkan mandat untuk secara konsisten mengimplementasikan jiwa, semangat, dan juga nilai-nilai juang 1945 (JSN’45). Salah satu upayanya adalah menjawab persoalan bangsa saat ini.

“Faktanya perjalanan bangsa sudah tak on the track, apalagi setelah dilakukannya amandemen Konstitusi 1 sampai 4. Bagi kami itu cacat hukum. Makanya kami setuju kembali ke UUD 45 naskah asli yang diterbitkan pada tanggal 18 Agustus 1945, agar bangsa ini kembali sesuai cita-cita para pendiri bangsa,” ucapnya.

Letjen TNI (Purn) Muzani Syukur, Waketum Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) yang digunakan membacakan sambutan Ketua Umum LVRI mengapresiasi kegiatan seminar kebangsaan oleh sebab itu topik yang tersebut diambil sangat luar biasa.

“Kenapa disebut luar biasa? Karena tema atau topik bahasan telah lama menyentuh kepentingan bangsa. Artinya anak-anak PPM peduli terhadap persoalan bangsa. Artinya anak-anak sudah berada pada posisi di dalam tempat yang benar, dimana sebagai anak veteran memang kalian harus memberi solusi. Ini sesuai perjuangan para sesepuh dan juga senior,” tukasnya.

Pengamat sektor ekonomi politik, Dr Ichsanuddin Noorsy, memaparkan amburadulnya Amandemen UUD 1945 tahap 1 sampai 4. Menurutnya, hasil perubahan UUD 1945 tahun 1999 sampai 2002 mengandung kontradiksi, baik secara teoritis konseptual maupun dalam praktik ketatanegaraan.

“Yang menyatakan ini bukan Ichsanuddin Noorsy, tetapi Komisi Konstitusi dalam kajiannya dalam tahun 2002. Yaitu terdapat inkonsistensi substansi baik yuridik maupun teoritik. Ketiadaan kerangka acuan atau naskah akademik dalam melakukan perubahan UUD 1945 merupakan salah satu sebab timbulnya inkonsistensi teoritis lalu konsep dalam mengatur materi muatan UUD,” katanya.

Ichsanuddin Noorsy menggambarkan di dalam dalam Pasal 33 UUD 45 hasil amandemen. Ayat satu disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai perniagaan Bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Tetapi di tempat ayat 4 disebutkan perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi perekonomian dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan juga kesatuan kegiatan ekonomi nasional.

“Kata disusun serta diselenggarakan itu kontradiksi. Disusun artinya ada intervensi negara. Sedangkan diselenggarakan itu negara cuma seperti event organizer, menyerahkan ke pasar,” tukas dia.

Dosen Fisip UI, Dr Mulyadi, menjelaskan sejarah berdirinya Indonesia yang mana sebenarnya tiada pernah dijajah. Karena yang mana benar-benar dijajah adalah bangsa-bangsa lama seperti bangsa Batak, Aceh, Jawa, Bugis lalu lainnya.

“Artinya Indonesia itu dibentuk oleh gabungan negara serta bangsa lama. Mereka ini yang tersebut dijajah, kemudian membentuk negara ini. Makanya sudah sewajarnya penguasa negara atau bangsa lama ini diberi penghormatan. Seperti para raja lalu sultan nusantara, mereka itu itu harus diberi tempat serta kedudukan terbaik dalam bangsa ini,” ujarnya.

Dalam pandangannya, ada tiga misi terselubung dalam penggantian UUD 45.

Yaitu ingin menguasai ekonomi, menguasai politik, dan juga menguasai Presiden.

“Coba sekadar baca lalu perhatikan dalam dalam pasal-pasalnya. Kuasai ekonomi akhirnya dijadikan liberalisme. Di urusan politik yaitu dengan liberalisme politik, adanya gabungan partai seperti Pasal 6A ayat 2. Lalu kuasai pemerintah itu dengan diubahnya penjelmaan rakyat di dalam MPR menjadi pilpres langsung,” tukasnya.

Turut hadir dalam acara itu, Sekjen PPM, Delwan Noer, Sekretaris Wantimpus PPM, Suryo Susilo, para anggota PPM dari berbagai daerah, Ikatan Alumni Resimen Mahasiswa, Pemuda Pancasila, FKPPI, FKPP AL, IPKI, FKPP AU lalu para mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi.

SUMBER SUARA.COM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *